Hello everyone. Jadi mungkin ini adalah bagian akhir dari serial "Yogie and The Shiny Land". Terkesan terlalu cepat? LOL. Yaa, waktu itu redaksi koran hanya membolehkan cerbung/cerita serial maksimal 6 bagian saja. Karena banyak penulis lain yang ingin cerbungnya dimuat juga. hehe. So yeah. Jangan protes kalau cerita ini tamat dalam 6 bagian.
Oh iya. Terima kasih kepada teman-teman yang telah memberi komentar. Cerbung ini nanti akan saya jadikan E-book yang bisa didownload, dan tentu saja komentar teman-teman akan saya masukkan juga. Terakhir, terima kasih juga untuk teman-teman semua yang sudah membaca cerita ini. Tanpa pembaca, tulisan ini tentu saja hanya file terabaikan, hehe. Enjoy! :)
(
P.S. Cerbung ini telah dipublikasikan di Harian Umum Singgalang, terbit dan beredar di Sumatera Barat, edisi Mei-Juni 2011)
|
*Catatan: Ini bukan foto Shiny Land, okay? Ini hanya gambar dari google (click here) yg kebetulan mirip deskripsi ciri-ciri nya. | |
Belum baca edisi sebelumnya? Click-click!
Ringkasan cerita sebelumnya:
Perang benar-benar
terjadi. Raja dark Kingdom dan seluruh pasukannya berhasil menyerang sekaligus mengalahkan Shiny Land.
Yogie serta Gutanana terdesak hinga ke atap istana. Cahaya terang lagi silau
menyelimuti seluruh penjuru saat Yogie menggenggam kristal di ekor Grumpie biru
dengan penuh harapan...
-----Yogie Series #6 - Happy Ending??-----
Yogie
membuka matanya. Perasaan aneh sejenak menusuk ulu hatinya saat renda-renda,
hiasan-hiasan berkilau, suara nyanyian dan lain-lain secara ajaib sudah berada
di jangkauan inderanya. Dan ia sedikit heran, karena mendapati dirinya tengah
duduk tersandar di sebuah kursi empuk.
“Untuk Yogie Sang penyelamat, barra” Kepala suku mengangkat gelas di
tangannya.
“Untuk Yogie Sang penyelamat,
barra” Sambung Raja dan Ratu.
Petinggi-petinggi
Shiny Land
tak mau kalah. Kemudian mereka semua saling menyenggolkan gelas. Yogie boleh
jadi tak tahu kenapa bisa berada di sana,
tapi ia tahu bahwa mereka semua bersulang untuk dirinya.
“Kalian berlebihan,” Ujarnya.
Ratu melotot, “Berlebihan, barra??
Bahkan ini masih sangaaat kurang,
barra!”
“Ya. Kami seharusnya mengarakmu keliling Shiny Land, barra” Tambah
Raja “Hanya saja kau pingsan di puncak istana, dan kami pikir mengarakmu tak
akan membuatmu lebih baik, barra.”
Yogie melongo. “Tapi tak perlu berpesta seperti ini hanya karena aku
dan Grumpie biru mengalahkan mereka… “
Kepala suku tertawa mengikik, menampakkan giginya yang nyaris tak
ada. “Kami tak merayakan kegagah-beranianmu anak muda. Kami merayakan
pertunanganmu, tentu saja, barra…”
“APAA?? AKU… AKU… APA??”
“Reaksimu persis dengan orang itu, saat Ayahku berencana mengadakan
pesta pertunangan untuk kalian. Itu, yang berdiri di sana, barra” Ujar Gutarara sambil menunjuk ke
sudut ruangan.
Yogie menoleh. Gutanana sedang mematut diri di cermin antik yang
menggantung anggun di dinding istana. Ia mengenakan gaun seperti para putri
impian di film-film fantasi.
“Jadi aku dan… dia… Ya ampun! Seharusnya ada yang meminta persetujuanku
dulu!”
“Tak perlu. Karena kau yang telah terpilih oleh takdir, barra.
Bagaimanapun kau menolak atau membantah atau mengingkari atau apapun yang
terjadi, takdir akan mempersatukan kalian kembali, barra.”
“Kukira Aku sebagai anak sulung akan bertunangan lebih dulu, barra.
Ternyata adikku yang kampungan itu yang lebih dulu. Bahkan dengan sampah asing
macam kau” Ujar Gutarara mengedipkan
matanya, angkuh. Sifat centil dan kasar nya pun ternyata persis dengan Ciara,
gadis yang disukai Yogie di dunianya. Tapi sekarang, ia merasa tak yakin lagi
bahwa ia masih menyukai Ciara. Ya, entah kenapa, ia membenarkan perkataan
kepala suku. Dirinya adalah pasangan Gutanana. Artinya ia sebenarnya menyukai
Gutanana.
“Tutup mulutmu dan jaga sikapmu. Jangan rusak kebahagiaan adikmu
sendiri, barra” Ratu mengomentari ketus.
“DHUARR!!!”
Sebuah ledakan mengahncurkan dinding istana. Lalu beberapa dhuar dan
dhuarr lagi menghancurkan dinding-dinding lainnya. Rakyat Shiny
Land yang mengira perang
telah usai menjadi ribut. Kini semua dinding telah hancur, dan semua orang
berkumpul menyudut di sisi kanan dan kiri Yogie. Yogie, tentu saja hilang akal.
“YOOOOOGGIIIIEE!!!”
Sebuah suara terdengar dari langit. Yogie menggigil.
Apa-apaan ini?
“Kau dipanggil dewa, barra.” Ujar Gutanana, membuat semua orang
melongo.
“YOGIE…!! YOGIEE…!!”
Suara itu bertambah keras, memanggil-manggil.
“Kau harus pergi, Yogie.
Terima kasih untuk semuanya, barra” Gutanana menarik tangan Yogie ke halaman
istana. Sebentar ia mencium pipi Yogie, dan ia berlari kembali ke puing-puing
istana. Sekujur tubuh Yogie gemetar, ia meraba pipinya. Ia dicium! Dicium!
Gutanana telah berdiri di antara Ratu dan Raja. Mereka semua
melambaikan tangan. Yogie ingin mengejar, tapi kakinya masih lemas dan
gemetaran. “Tidak Gutanana! Aku… aku tak bisa! Ini terlalu tiba-tiba!! Aku tak
bisa!!”
“YOGIE…!! YOOOOGGIIIEEE!!!”
Suara itu makin keras, dan tiba-tiba saja pancaran air yang begitu
keras menghantam Yogie dari sisi kiri. Lalu kanan, lalu belakang, lalu depan.
Yogie shock, tak tau apa yang terjadi. Ia basah dan kesakitan. Satu lagi
pancaran air, dan paling kuat, dari bawah menghantam tubuhnya yang terlentang.
Ia terlempar ke udara, dan ia melayang. Perlahan ia merasa dirinya di antara
sadar dan tidak sadar, dan semua menjadi gelap.
“YOOGIEE!! BANGUN DOONG!!?”
Seorang gadis menampar-nampar pipi yogie dengan keras, dan
menyiraminya berkali-kali dengan air dari botol plastik, dan satu siraman
terakhir membuat Yogie terlonjak kaget.
“FFHUUAAAH!!!” Yogie berdiri, dan mengibas-ngibaskan bajunya yang
basah. “Dimana ini?”
“Di lapangan, anak manja!” Ciara berteriak dari sudut lapangan. “Idih,
jatuh dari sepeda aja sampai pingsan segala! Huh! Aku benci sekali dengan anak
laki-laki manja!” tambahnya, kemudian ia mengayuh sepedanya pergi.
“Jangan hiraukan Ciara. Kau tak apa-apa?” Ujar Hanna, sambil
mengelap wajah Yogie dengan handuk kecil. “Jangan marah kalau aku menamparmu
sampai sekeras itu. Aku tak bermaksud jahat kok. Habis, kau pingsan lamaaa
sekali. Hampir dua jam! Aku kira kau geger otak.”
Yogie melongo.
Pingsan? Dua jam?
Benarkah…?
“Maafkan aku.” Hanna bicara lagi. “Kukira rencana kita untuk
membuatmu memenangkan balapan sepeda dengan Ciara itu akan berhasil, dan bisa
membuat Ciara menjadi suka padamu. Tapi ternyata ia tambah tak menyukaimu… Ah,
aku menyesal. Maafkan Aku” Bisik Hanna lirih.
“Lupakan Gutarara! Aku tak suka lagi padanya!” Ujar Yogie.
“Haaah? Gutarara? Siapa? Ciara maksud kamu?” Hanna bingung.
“Pokoknya lupakan Gutarara. Yang Aku sukai ternyata adalah kau,
Gutanana!”
Hanna menepuk-nepuk dahi Yogie. “Hei, kau benar-benar geger otak
rupanya? Aku Hanna! Oh, kurasa lebih baik kita ke rumah sakit saja.”
“Iya, benar. Aku suka kau, Gutanana.”
Dan sebelum Hanna menepuk dahi Yogie lagi, Yogie mencubit pipi Hanna.
“Ini balasannya! Awas kalau kau mencium pipiku lagi, sayang!” Ujarnya. Dan ia
mengayuh sepedanya.
“Haaah…!!? YOGIEE!!! APA MAKSUDMU!!??” Ujar Hanna, lalu ia mengayuh
sepedanya pula, mengejar Yogie secepat yang ia bisa.
Sore mulai malu-malu, merangkak ke barat bersama matahari merah
jambu. Rumput-rumput di lapangan bergoyang, dalam pelukan sisa angin sore yang
hangat. Langit yang tadi biru mulai memerah, semerah wajah Hanna dan Yogie saat
sampai di rumah.
Padang, 30 Mei 2011
(Tamat)