(Sekarang lagi merasa ditampar oleh tulisan sendiri. Ini tulisan saya beberapa bulan yang lalu..)
Siang kian gersang. Saya tengah duduk-duduk tampan di bawah sebuah pohon rindang di halaman kampus, memangku laptop kesayangan sambil mendengarkan lagu “Safe and sound”-nya Taylor Swift. Saya tidak sedang online di facebook atau blog seperti biasanya. Saya sedang berpikir keras, dan jemari ini sedang menempel di atas permukaan tuts keyboard yang berlapis karet protector: Saya sedang memikirkan ide untuk mulai menulis lagi.
Siang kian gersang. Saya tengah duduk-duduk tampan di bawah sebuah pohon rindang di halaman kampus, memangku laptop kesayangan sambil mendengarkan lagu “Safe and sound”-nya Taylor Swift. Saya tidak sedang online di facebook atau blog seperti biasanya. Saya sedang berpikir keras, dan jemari ini sedang menempel di atas permukaan tuts keyboard yang berlapis karet protector: Saya sedang memikirkan ide untuk mulai menulis lagi.
Menulis
lagi? Ya, dulunya saya sangat rajin menulis. Puluhan tulisan saya baik cerpen,
cerbung, artikel, opini, press release, puisi dan sebagainya pernah
dimuat di koran. Dulu,
saat saya masih di kelas 3 SMA. Namun sejak awal kuliah hingga sekarang, saya
boleh dibilang mandul. Kurang produktif. Tidak berhasil menulis satu cerpen atau
satu artikel pun. Walaupun puisi dan artikel pendek masih lahir sekali-dua kali dari tangan
ini. Walaupun saya akhirnya berhasil menyelesaikan novel pertama, yang penulisannya
dicicil tiap ada kesempatan, selama lebih dari tiga tahun. Keterlaluan.
Alasannya
apa lagi kalau bukan kesibukan mahasiswa. Saya menghabiskan nyaris 12 jam di
kampus setiap harinya, baik saat jadwal kuliah padat merayap atau saat hanya
ada satu kuliah sekalipun. Aktivitas saya bermacam-macam, mulai dari
mengerjakan tugas, membuat makalah-makalah, mengurusi mading, rapat-rapat kepanitiaan atau
organisasi dan sebagainya, sejak pagi
hingga senja. Setiap hari kecuali minggu. Hari minggu pun seringkali ada
kegiatan. Saya betul-betul merasa sibuk.
Kalau
begitu bagaimana dengan hari libur? Entahlah, saya juga tidak mengerti kenapa
saya tidak bisa menulis di hari libur. Ada saja kegiatan yang saya lakukan—yang
lebih menyenangkan daripada menulis. Tidur seharian, atau nonton TV seharian,
atau internetan seharian, atau jalan-jalan, atau yang lain-lainnya. Saya pikir
saya memang sudah tidak punya waktu lagi untuk menulis. What a life.
Beberapa
waktu yang lalu, di sebuah perpustakaan lama yang tak begitu dikenal orang,
saya berkunjung untuk sekedar baca-baca.
Kala itu dosen yang mengajar kuliah tidak masuk, sehingga saya pikir akan
sangat menyenangkan kalau saya menghabiskan waktu dengan membaca novel atau
komik-komik lama di perpustakaan itu, berhubung letaknya tidak begitu jauh dari
kampus.
Dan
saya menemukannya. Sebuah buku yang berisi tips-tips menulis cerpen serta novel
karya seorang sastrawan lama yang mungkin tak begitu terkenal lagi sekarang. Di
dalam buku itu dinyatakan bahwa waktu luang itu tidak dicari atau ditunggu,
tapi diciptakan. Di dalam buku itu disebutkan bahwa menulis itu dipaksakan,
bukan menunggu ada mood. Di dalam buku itu dideskripsikan bahwa menulis itu
sangat mudah, seperti bercakap-cakap. Dan pikiran saya terbuka.
Saya
tidak bisa terus menerus membiarkan diri ini tidak berproduksi, karena itu berarti saya tidak
ada bedanya dengan seonggok daging di pasar. Malah onggokan daging di pasar pun
masih punya nilai jual. Masih bisa dibilang produktif. Sedang saya tidak.
Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Agaknya benarlah ungkapan itu dan baru saya sadari baru-baru ini. Ternyata memang selama ini kemauan saya lah yang kurang untuk menulis. Lalu saya mengkambinghitamkan kesibukan. Keterlaluan. Namun untunglah saya sudah menyadarinya saat ini, bukan saat saya sudah punya anak atau saat rambut saya sudah menguban semua. Artinya, saya masih punya banyak kesempatan untuk memperbaiki mesin-mesin imajinasi dan mulai berproduksi lagi. Alhamdulillah. Sekarang saya sudah memulai penulisan novel ketiga dan beberapa tulisan lain seperti cerpen dan artikel di sela-selanya.
Dimana ada kemauan di situ ada jalan. Agaknya benarlah ungkapan itu dan baru saya sadari baru-baru ini. Ternyata memang selama ini kemauan saya lah yang kurang untuk menulis. Lalu saya mengkambinghitamkan kesibukan. Keterlaluan. Namun untunglah saya sudah menyadarinya saat ini, bukan saat saya sudah punya anak atau saat rambut saya sudah menguban semua. Artinya, saya masih punya banyak kesempatan untuk memperbaiki mesin-mesin imajinasi dan mulai berproduksi lagi. Alhamdulillah. Sekarang saya sudah memulai penulisan novel ketiga dan beberapa tulisan lain seperti cerpen dan artikel di sela-selanya.
Untuk
kawan-kawan yang sekarang masih merasa terlalu sibuk untuk menulis, cobalah
baca ini. “Jangan bilang sibuk, kalau masih bisa nonton TV atau membalas SMS
atau membuat status di facebook.
Karena itu secara kongkrit berarti kita sebenarnya punya banyak sekali waktu
luang. Kita lah yang kurang pandai mengoptimalkannya. Ini hanya masalah
kemauan.”