Kau tahu. Kadang pelangi tak selalu bersama ketujuh warnanya--setidaknya [di setiap] ketika hujan telah lelah turun-- dan menghilangkan gundah ratusan pasang mata di belakang jendela-jendela. Ya. Kadang ia kehilangan biru di antara mega-mega kelabu yang riang melayang-layang di celah-celah langit sore [pun terkadang ia mencari-cari keberadaan ungu] di antara butir-butir air. Lalu getir, merasa ada yang berbeda [tak seperti biasanya] ia tak tahu.
Kau lihat. bumi yang bulat masih ingin dibasahi, kala seniman-seniman jejak di jalan-jalan setapak bersorak--berharap tetes demi tetes rindu dari langit berhenti membuat riak [di genangan-genangan cinta. terabaikan. begitu saja] mengaharu biru dalam ragu. Andai waktu [bisa dibalik] bagai lembar-lembar dalam buku, tentu aku [dan kamu] bisa tahu lebih dulu. Lalu getir, biar saja mengalir.
Sumber gambar : http://favim.com/image/333559/
wowww Aul
BalasHapusketinggian sumpah gw ngga nangkep maksudnya haha..
BalasHapusGimana kabarnya Aul? Sedang merasakan getir ya? Semoga kegetirannya luntur bersama tetesan hujan.
BalasHapuspetir pasti berlalu. ups getir ya?
BalasHapusmoga bisa melalui ya? dlm hidup ada perputaran waktu yang tidak bisa dihindari..senang, sedih...
BalasHapuswahh...baru tau ternyata aul bisa nulis dengan bahasa semanis ini juga :)
BalasHapusgetir itu bukannya yang waktu hujan ya?
BalasHapushohoh
saya berkunjung dengan senyuman..
hohoho
SUnggung mengesankan bisa mampir di rumah indah ini. Karya sastra yang menawan dan inspiratif, I like it. Salam knal :)
BalasHapusgerimis mengundang di sore hari...
BalasHapussalam persahabatn ... :)
suka sama tulisannya..
BalasHapushabis hujan nih disini hihi
ciyeeeh yang lagi berpuisii... ehem.. uhukk.. ada perasaan apa ini gerangan?
BalasHapuspengen ujan2an juga... ghehehe
BalasHapus